DEMOKRASI
Demokrasi diambil dari bahasa Yunani yaitu,
demos yang berarti rakyat, dan kratos/kratein yang berarti
kekuasaan/berkuasa. Jadi arti dari demokrasi adalah rakyat berkuasa atau
government or rule by the people. Demokrasi muncul sebagai suatu
program dan sistim politik yang konkret baru pada akhir abad ke-19.
Tetapi sebetulnya ia sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad
ke-15 dan ke-16. Walaupun telah muncul dan berkembang namun pada saat
itu belum banyak negara yang menggunakan demokrasi. Keadaan tersebut
sangatlah berbeda dengan sekarang dimana sekitar 119 negara
menggunakannya. Bila melihat angka tersebut maka sekitar 62% negara di
dunia telah menganggap demokrasi sebagai sistim politik yang paling
ideal bagi negara mereka. Dalam demokrasi terdapat dua aliran yang
dianggap paling penting. Pertama adalah demokrasi konstitusionil yang
pemerintah terbatas kekuasaannya, sebuah Negara Hukum, dan yang bersifat
rule of law. Kedua adalah “demokrasi” yang berdasar pada
Marxisme-Leninisme yang pemerintah tidak boleh dibatasi kekuasaannya,
serta bersifat totaliter. Aliran yang pertama merupakan pengertian
demokrasi yang kita kenal secara umum sekarang ini.
Liberalisme
sendiri mempunyai makna sebagai aliran paham ketatanegaraan dan ekonomi,
yang di ketatanegaraan bercita – cita demokrasi dan di ekonomi
menganjurkan kebebasan berusaha dan berniaga (pemerintah tidak boleh
turut campur). Untuk aliran liberalisme klasik, negara mempunyai manfaat
sebagai Penjaga Malam yang hanya dibenarkan campur tangan dalam
kehidupan rakyatnya dalam batas-batas yang sangat sempit. Tetapi dalam
aliran liberalisme modern, negara dianggap turut bertanggungjawab atas
kesejahteraan rakyatnya dan karena itu harus turut untuk menyejahterakan
rakyatnya. Pemikiran ini dimasukkan ke dalam konsep Negara
Kesejahteraan.
Setelah itu marilah kita melihat pengertian dari
demokrasi konstitusionil. Jelas terlihat bahwa sebetulnya tidak terdapat
perbedaan dalam substansinya. Ini terjadi karena bagi negara Barat,
demokrasi berarti “demokrasi liberal”. Mengapa harus pengertian dari
negara Barat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita harus melihat
latar belakang sejarah dari dunia. Pertama, tonggak-tonggak penting
dari hak-hak asasi manusia kebanyakan berasal dari Barat. Seperti Magna
Charta dan Bill of Rights. Kedua, haruslah dilihat kekuatan dari negara
adidaya (setelah PD II), Amerika Serikat, dalam penyebaran demokrasi.
Amerika pada awalnya merupakan tempat pembuktian teori-teori baru dari
Eropa tentang bentuk negara, sistim politik, dan kebebasan. Jadi
tidaklah mengherankan bila demokrasi bagi mereka sangat erat kaitannya
dengan kebebasan/ hak- hak asasi manusia.
Memang harus diakui
bahwa saat ini demokrasi merupakan sistim poltik yang paling
berpengaruh. Tetapi perlu diingat bahwa demokrasi bukanlah tanpa cacat.
Ironisnya kecacatan dari demokrasi merupakan inti dari sifat demokrasi
itu sendiri , yaitu pluralitas suara. Inilah kritik yang disuarakan oleh
Alexis de Tocqueville. Kejatuhan dapat lebih cepat terjadi dalam sebuah
negara demokratis daripada di dalam negara komunis / totaliter. Satu
hal yang merupakan kebanggaan dari demokrasi juga merupakan satu hal
yang dapat menghancurkan mereka.
KAPITALISME
Kapitalisme
mempunyai pengertian sebagai perbuatan individu-individu yang besar yang
melibatkan kontrol terhadap sumber- sumber finansial uang luas dan
menghasilkan kekayaan kepada seseorang sebagai suatu hasil dari
spekulasi, peminjaman uang, dan perusahaan komersial. Kapitalisme juga
dapat berarti sebagai suatu sistem perkonomian, yang terletak pada suatu
organisasi dari para penerima upah bebas secara legal, dengan suatu
tujuan untuk mendapatkan keuntungan uang, dari para pemilik modal dan
agen-agennya. Sederhananya adalah bahwa kapitalisme merupakan usaha
pencarian keuntungan, dan keuntungan yang dapat diperbaharui untuk
selamanya, dengan usaha kapitalistis yang dilakukan secara terus
menerus. Dalam suatu masyarakat yang kapitalistis, kesempatan untuk
meraih keuntungan yang tidak diambil akan menghasilkan kehancuran.
Dalam
etika Protestan, terdapat 3 etika yang sangat mempengaruhi perkembangan
kapitalisme, yaitu hidup sederhana, bekerja keras, dan menabung/hemat.
Selain tiga etika tersebut, jiwa wiraswasta juga sangat berpengaruh.
Bila kita melihat hal-hal tersebut maka jelaslah bahwa kapitalisme hanya
dapat muncul dalam sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan
individu. Kemudian mengingat faktor agama (etika Protestan) sebagai
tonggak dari berdirinya kapitalisme maka tidaklah mengherankan bila
kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai sebuah sistem ekonomi saja
tetapi juga sebagai sebuah cara hidup.
Di dalam sistem kapitalis,
kepemilikan barang produksi dipegang oleh individual bukan oleh negara.
Pertimbangan dari ini adalah, pertama, kepemilikan dari barang produksi
berarti mempunyai kekuasaan atas kehidupan orang lain maka dari itu
kepemilikan seharusnya dibagi kepada beberapa pihak bukan hanya satu
pihak saja. Kedua, kemajuan teknologi yang merupakan faktor penting
dalam bisnis dapat lebih mudah diraih apabila tiap orang memikirkan
bisnisnya sendiri dengan mengingat bahwa ia mempunyai niat untuk
melakukan itu. Prinsip Laissez Faire (menentang campur tangan pemerintah
dalam perekonomian kecuali diperlukan) sangat dijunjung tinggi dalam
kapitalisme.
Kebebasan individu merupakan hal yang paling utama
dalam demokrasi liberal. Oleh karena itu, Amerika Serikat sebagai negara
penganut demokrasi liberal dan yang mempunyai strata sosial dimana WASP
(White Anglo-Saxon Protestant) merupakan kelas sosial yang paling atas
telah menjadi negara paling depan dalam perihal kapitalisme. Perang
Dunia I & II sangatlah memacu dunia industri mereka. Permintaan dari
negara-negara yang sedang berperang telah turut “memancing” dimulainya
produksi masal. Saat keadaan ekonomi dalam negeri mereka tidak
memungkinkan lagi, maka AS mulai melirik dunia internasional untuk
pemasaran hasil industri mereka. Terlebih lagi setelah AS keluar dari
politik luar negeri isolasionis.
SOSIALISME
Sosialisme
adalah ideologi yang menjadi dasar dari komunisme. Seringkali mereka
berdua dibahas secara bersamaan. Tetapi sebetulnya banyak hal dari dua
ideologi ini yang berbeda bahkan pada hal yang fundamental. Sosialisme
muncul sebagai sebuah bentuk kepedulian sosial dari beberapa cendekiawan
seperti Robert Owen di Inggris, Saint Simon dan Fourier dari Perancis.
Mereka tergerak ketika melihat kondisi buruh di Eropa pada permulaan
abad ke – 19 yang sangat menyedihkan. Sayangnya, semua teori mereka
tidak dibarengi dengan tindakan dan konsepsi yang nyata mengenai tujuan
dan strategi perbaikan tersebut. Ini menyebabkan orang-orang menyebut
mereka sebagai kaum Sosialis Utopis.
Setelah itu muncullah Karl Marx
dari Jerman. Ia pun mengecam keadaan ekonomi dan sosial di sekelilingnya
tetapi menurutnya perubahan seharusnya dilakukan secara radikal dan
menyeluruh. Marx menyusun sebuah teori sosial yang menurutnya didasari
hukum-hukum ilmiah sehingga pasti akan terlaksana. Ia menamakan
ajarannya Sosialisme Ilmiah. Bersama dengan Friedrich Engels, ia
menerbitkan bermacam-macam karangan, diantaranya yang paling terkenal
adalah Manifesto Komunis dan Das Kapital. Dalam menjelaskan perkembangan
masyarakat, Marx banyak dipengaruhi oleh gagasan Filsuf Jerman George
Hegel mengenai dialektik (thesis, antithesis, dan synthesis). Selain itu
dari Hegel diambil juga dua unsur, yaitu gagasan mengenai terjadinya
pertentangan antara segi-segi yang berlawanan, dan kedua adalah gagasan
bahwa semua berkembang terus. Ajaran Marx mengenai Materialisme
menegaskan bahwa hukum dialektik tidak hanya terjadi pada dunia abstrak
saja tetapi juga pada dunia materi.
Pertentangan kelas merupakan
faktor penggerak sejarah dan akan berakhir apabila telah terbentuk
masyarakat tanpa kelas, masyarakat komunis. Beberapa penentang aliran
Marx menganggap ini adalah suatu hal yang aneh. Masyarakat dimana tidak
ada eksploitasi, penindasan dan paksaan dicapai dengan cara revolusi
(pemaksaan) dimana kaum buruh menggulingkan kekuasaan kaum pemilik
modal.
Marx juga menyebutkan mengenai masa transisi yaitu masa
diktatur proletariat. Setelah kaum buruh mengambil kekuasaan, untuk
menuju masyarakat komunis atau tanpa kelas perlu diktator revolusioner
dari kaum proletar. Bagi Marx, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
telah tercipta dalam masyarakat komunis.
Eduard Bernstein pada
umumnya menerima analisa Marx kecuali bagian revolusi. Menurutnya tujuan
akhir dari Marx dapat dicapai secara damai melalui jalan parlementer
dan atas dasar hak-hak pilih umum. Aliran Bernstein ini sangat
mempengaruhi berdirinya sosialis demokrat atau sosialisme modern, dimana
negara digunakan untuk mengatasi masalah social. Sosialisme modern
berarti tujuan, sasaran , dan cara mencapai perubahan telah jelas.
Sosialisme sama dengan liberalisme, mereka sama-sama menggunakan
demokrasi karena mereka percaya pada kekuatan/dukungan rakyat. Salah
satu cara sosialisme menarik masa adalah dengan menggunakan rasa
nasionalisme. Kedengkian terhadap kesuksesan para pendatang menjadi
unsur untuk menarik pendukung bagi sosialisme.
KOMUNISME
Gagasan
Marx justru mendapat tanggapan paling besar dari negara yang
industrinya baru setengah berkembang (tidak seperti keadaan di
sekeliling Marx) yaitu Rusia. Lenin menjadi tokoh yang memperbaharui
ajaran Marx hingga menjadi Marxisme – Leninisme atau komunisme.
Modifikasi dilakukan oleh Lenin karena teori Marx ditujukan kepada
masyarakat yang industrinya telah maju, sedangkan industri Rusia belum
begitu maju pada saat itu. Beberapa perbedaan antara pandangan Lenin
dengan Marx antara lain, pertama, Marx menganggap remeh petani tetapi
Lenin tidak, kedua, menurut Marx partai haruslah besar dan dipimpin oleh
orang-orang komunis yang pintar tetapi Lenin beranggapan bahwa partai
cukup yang kecil saja tetapi terdiri dari orang-orang revolusioner
profesional, dan ketiga, Marx beanggapan bahwa Kapitalisme akan menemui
ajal pada puncak perkembangannya dan akan digantikan oleh masyarakat
komunis sedangkan Lenin beranggapan bahwa imperialisme dapat
memperpanjang nyawa kapitalisme. Selain itu Lenin juga memberi nama
“sosialisme” kepada “tahap pertama masyarakat komunis”-nya Marx.
Tampaknya dari sinilah timbul persepsi bahwa sosialisme indentik dengan
komunisme.
Apabila Amerika Serikat identik dengan kapitalisme,
maka Rusia identik dengan komunisme. Setelah Lenin ada Stalin yang
gagasannya mengenai revolusi ialah bahwa komunisme dapat diselenggarakan
di satu negara dulu, yaitu di Uni Soviet, dianggap menyimpang dari
ajaran Marx. Di masa inilah muncul istilah Komunis Internasional
(Komintern), dimana Moskow menjadi pusat komunisme. Kebijakan Moskow
adalah kebijakan dunia komunis. dari sini timbul masalah yang sangat
mendasar. Komunisme muncul sebagai hasil adaptasi lingkungan dari
sosialisme. Namun melalui komintern. segala macam adaptasi terhadap
ajaran komunis tidak dapat dilakukan di luar Moskow. Padahal kondisi di
tiap negara komunis tidaklah sama dengan Moskow.
Kekuasaan Uni
Soviet terhadap negara – negara komunis lainnya mulai berkurang /
mengendur pada masa Khrushchev. Ada dua gagasannya yang bertolak
belakang sekali dengan ajaran Marx dan kebijaksanaan Stalin. Pertama,
perang dapat dihindarkan. Kedua, membuka kemungkinan untuk dapat hidup
berdampingan dengan negara-negara yang berlainan sistim sosialnya.
Khrushchev tidaklah sekeras Stalin sehingga negara-negara komunis lain,
yang tadinya patuh dengan Uni Soviet, mulai menginginkan Polycentrisme.
Dimana pusat komunisme tidak hanya di satu tempat saja tetapi di
berbagai pusat, yaitu di negara masing-masing. Mao Tse Tung bangkit dari
keadaan ini.
Begitu banyak tafsiran yang dilakukan terhadap
ajaran Marx untuk membentuk sebuah masyarakat tanpa kelas. Komunisme
tidak dapat kita pandang hanya sebagai sebuah teori atau ideologi saja.
Tiap kasus penerapannya harus kita pandang satu per satu. Hanya dengan
begitu kita dapat mengetahui komunisme.
Melihat Dunia Dengan Belajar
Minggu, 01 April 2012
Tiga Lembaga Penyelenggara Kekuasaan Negara
Secara sederhana dapat diketahui bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara
dijalankan oleh 3 (tiga) lembaga yakni, (i) legislatif, (ii) eksekutif,
dan (iii) yudikatif.
Legislatif berfungsi membuat undang-undang (legislate). Menurut teori kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat. Rakyat yang berdaulat ini mempunyai kemauan (Rousseau menyebutnya dengan Volonte Generale atau Generale Will). Rakyat memilih beberapa orang untuk duduk di lembaga legislatif sebagai wakil rakyat guna merumuskan dan menyuarakan kemauan rakyat dalam bentuk kebijaksanaan umum (public policy). Lembaga ini mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sebagai cerminan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan umum tadi. Lembaga ini sering disebut sebagai dewan perwakilan rakyat atau parlemen.
Lembaga penyelenggara kekuasaan negara berikutnya adalah lembaga eksekutif yang berfungsi menjalankan undang-undang. Di negara-negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menteri-menterinya (kabinetnya). Dalam arti luas, lembaga eksekutif juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh karenanya sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah.Lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota legislatif, hal ini bisa dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan undang-undang ini tetap masih diawasi oleh legislatif.Selain melaksanakan undang-undang, Eksekutif juga mempunyai tugas untuk melaksanakan: 1Kekuasaan diplomatik, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan hubungan luar negeri;
2.Kekuasaan administratif, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang dan administrasi negara;
3.Kekuasaan militer, yaitu berkaitan dengan organisasi angkatan bersenjata dan pelaksanaan perang;
4.Kekuasaan yudikatif (kehakiman), yaitu menyangkut pemberian pengampunan, penangguhan hukum dan sebagainya terhadap pelaku kriminal atau narapidana;
5.Kekuasaan legislatif, yaitu berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang dan mengatur pengesahannya menjadi undang-undang.
Sistem pelaksanaan kerja dan pertanggungjawaban ekesekutif (pemerintah) didasarkan atas dua model sistem pemerintahan, sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensiil (fixed executive) atau (non-parlementary executive) adalah apabila ekesekutif bertanggung jawab secara langsung dengan periode waktu tertentu kepada suatu badan yang lebih luas dan tidak terikat pada pembubaran oleh tindakan parlemen (legislatif).
Lembaga penyelenggara kekuasaan negara ketiga adalah lembaga yudikatif (kehakiman) yang berfungsi mengadili undang-undang.
Legislatif berfungsi membuat undang-undang (legislate). Menurut teori kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat. Rakyat yang berdaulat ini mempunyai kemauan (Rousseau menyebutnya dengan Volonte Generale atau Generale Will). Rakyat memilih beberapa orang untuk duduk di lembaga legislatif sebagai wakil rakyat guna merumuskan dan menyuarakan kemauan rakyat dalam bentuk kebijaksanaan umum (public policy). Lembaga ini mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sebagai cerminan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan umum tadi. Lembaga ini sering disebut sebagai dewan perwakilan rakyat atau parlemen.
Lembaga penyelenggara kekuasaan negara berikutnya adalah lembaga eksekutif yang berfungsi menjalankan undang-undang. Di negara-negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden, beserta menteri-menterinya (kabinetnya). Dalam arti luas, lembaga eksekutif juga mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh karenanya sebutan mudah bagi lembaga eksekutif adalah pemerintah.Lembaga eksekutif dijalankan oleh Presiden dan dibantu oleh para menteri. Jumlah anggota eksekutif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota legislatif, hal ini bisa dimaknai karena eksekutif berfungsi hanya menjalankan undang-undang yang dibuat oleh legislatif. Pelaksanaan undang-undang ini tetap masih diawasi oleh legislatif.Selain melaksanakan undang-undang, Eksekutif juga mempunyai tugas untuk melaksanakan: 1Kekuasaan diplomatik, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan hubungan luar negeri;
2.Kekuasaan administratif, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang dan administrasi negara;
3.Kekuasaan militer, yaitu berkaitan dengan organisasi angkatan bersenjata dan pelaksanaan perang;
4.Kekuasaan yudikatif (kehakiman), yaitu menyangkut pemberian pengampunan, penangguhan hukum dan sebagainya terhadap pelaku kriminal atau narapidana;
5.Kekuasaan legislatif, yaitu berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang dan mengatur pengesahannya menjadi undang-undang.
Sistem pelaksanaan kerja dan pertanggungjawaban ekesekutif (pemerintah) didasarkan atas dua model sistem pemerintahan, sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan parlementer. Sistem pemerintahan presidensiil (fixed executive) atau (non-parlementary executive) adalah apabila ekesekutif bertanggung jawab secara langsung dengan periode waktu tertentu kepada suatu badan yang lebih luas dan tidak terikat pada pembubaran oleh tindakan parlemen (legislatif).
Lembaga penyelenggara kekuasaan negara ketiga adalah lembaga yudikatif (kehakiman) yang berfungsi mengadili undang-undang.
HAK PREROGATIF PRESIDEN
16
HAK PREROGATIF PRESIDEN
Definisi Kekuasaan Presiden RI
Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa ( dipilih sebagai yang paling dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yang pertama memberi suara), praerogare ( diminta sebelum meminta yang lain).
Dalam prakteknya kekuasaan Presiden RI sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah “hak prerogatif Presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain.
Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahannya (terutama bagi sistem yang menganut pemisahan kekuasaan secara tegas, seperti Amerika Serikat), seperti membuat kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi.
Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha menempatkan segala model kekuasaan dalam kerangka pertanggungjawaban publik. Dengan demikian, kekuasaan yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam prakteknya sulit mendapat tempat. Sehingga, dalam praktek ketatanegaraan negara-negara modern, hak prerogatif ini tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
UUD 1945 maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang ketatanegaraan tidak pernah menyatakan istilah hak prerogatif Presiden. Namun dalam prakteknya, selama orde baru, hak ini dilakukan secara nyata, misalnya dalam hal pengangkatan menteri-menteri departemen. Hak ini juga dipadankan terutama dalam istilah Presiden sebagai kepala negara yang sering dinyatakan dalam pengangkatan pejabat negara. Dalam hal ini Padmo Wahjono menyatakan pendapatnyayang akhirnyamemberikan kesimpulan bahwa hak prerogatif yang selama ini disalahpahami adalah hak administratif Presiden yang merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan tidak berarti lepas dari kontrol lembaga negara lain.
Bentuk kekuasaan Presiden di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Kekuasaan Kepala Negara.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan administratif, simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan Presiden sebagai kepala negara diatur dalam UUD 1945 Pasal 10 sampai 15. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara di masa mendatang selayaknya diartikan sebagai kekuasaan yang tidak lepas dari kontrol lembaga lain.
Kekuasaan Kepala Pemerintahan.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur dalam UUD 1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan kekuasaan eksekutif dalam konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga legislatif. Kekuasaan eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup fungsi administrasi, keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar dan mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan. Dalam UUD 1945, fungsi pengawasan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR.
Kekuasaan Legislatif.
UUD 1945 menetapkan fungsi legislatif dijalankan oleh Presiden bersama dengan DPR. Presiden adalah “partner” DPR dalam menjalankan fungsi legislatif. Dalam kenyataannya, Presiden mempunyai kekuasaan yang lebih menonjol dari DPR dalam hal pembentukan undang-undang, karena penetapan akhir dari suatu undang-undang yang akan diberlakukan ada di tangan Presiden. Produk undang-undang yang dikeluarkan orde baru lebih memihak kekuasaan daripada kehendak rakyat Indonesia. Oleh karena itu sistem check and balance mendesak untuk diterapkan dengan mekanisme yang jelas. Bila ada pertentangan antara Presiden dan DPR dalam hal persetujuan suatu undang-undang, maka Presiden harus menyatakan secara terbuka dan menggunakna hak vetonya. Dengan demikian, di akhir masa jabatannya masing-masing lembaga dapat diminta pertanggungjawabannya baik di sidang umum maupun dalam pemilihan umum.
Kategori Kekuasaan Presiden
Kekuasaan Presiden RI dinyatakan secara eksplisit sebanyak 24 bentuk dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan mekanisme pelaksanaannya, bentuk kekuasaan tersebut dikategorikan sebagai berikut :
- Kekuasaan Presiden Yang Mandiri. Kekuasaan yang tidak diatur mekanisme pelaksanaannya secara jelas, tertutup atau yang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden. Yang termasuk kekuasaan ini adalah :
- Kekuasaan tertinggi atas AD, AL, AU dan Kepolisian Negara RI
- Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya
- Kekuasaan mengangkat duta dan konsul
- Kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
- Kekuasaan mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU inisiatif DPR
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung RI
- Kekuasaan mengangkat Panglima ABRI
- Kekuasaan mengangkat LPND
Mekanisme yang paling baik adalah mengadakan hearing terlebih dahulu di DPR.
B. Kekuasaan Presiden Dengan Persetujuan DPR. Yang termasuk dalam kekuasaan ini adalah :
1. Kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian
2. Kekuasaan membuat perjanjian dengan negara lain
3. Kekuasaan membentuk undang-undang
4. Kekuasaan menetapkn PERPU
5. Kekuasaan menetapkan APBN
Sebelum melaksanakan kekuasaan tersebut, Presiden memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu. Sebagai contoh, jika DPR menganggap penting suatu perjanjian, maka harus mendapat persetujuan DPR. Jika perjanjian dianggap kurang penting oleh DPR dan secara teknis tidak efisien bila harus mendapat persetujuannya terlebih dahulu, dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden. Hal ini dilakukan untuk menghindari terulangnya peminggiran peranan wakil rakyat dalam peranannya menentukan arah kebijakan politik negara.
C. Kekuasaan Presiden dengan konsultasi. Kekuasaan tersebut adalah :
- Kekuasaan memberi grasi
- Kekuasaan memberi amnesti dan abolisi
- Kekuasaan memberi rehabilitasi
- Kekuasaan memberi gelaran
- Kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya
- Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan hakim-hakim
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung, ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Anggota MA
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPA
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan anggota BPK
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Wakil jaksa agung dan jaksa agung Muda
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Kepala Daerah Tingkat I
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Panitera dan Wakil Panitera MA
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen, Irjen, dan Dirjen departemen
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen DPA
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen BPK
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota MPR yang diangkat
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota DPR yang diangkat
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Gubernur dan Direksi Bank Indonesia
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Rektor
- Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Deputi-deputi atau jabatan yang setingkat dengan deputi LPND
Sebagai contoh, kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya. Di masa datang, Presiden harus mendapat usulan atau pertimbangan dulu dari Dewan Tanda-tanda Kehormatan, dan Presiden dengan sungguh-sungguh memperhatikan pertimbangan atau usul.
Disamping itu di dalam penjelasan pasal 10,11,12,13,14 dan 15 disebutkan bahwa kekuasaan Presiden di dalam pasal-pasal tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara. kEkuasaan ini lazim disebut pula sebagai kekuasaan/kegiatan yang bersifat administratif, karena didasarkan atau merupakan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan, maupun advis dari suatu lembaga tinggi negara lainnya. Jadi, bukan kewenangan khusus (hak prerogatif) yang mandiri.
Langganan:
Postingan (Atom)